Khutbah Jumat Yang Menginspirasi: Dampak Iman Terhadap Kepribadian


اَلْحَمْدُ ِللهِ الْعَزِيْزِ الْغَفُوْرِ، اَلَّذِيْ جَعَلَ فِي اْلإِسْلاَمِ الْحَنِيْفِ الْهُدَي وَالنُّوْرِ، اَلَّذِيْ قَالَ: (وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ)، نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَي حَمْدَ مَنْ نَظَرَ فَاعْتَبَر، وَكَفَّ عَنِ الْمَسَاوِيءِ وازْدَجَر، وعَلِمَ أَنَّ الدُّنْيَا لَيْسَتْ بِدَارِ مَقََرٍّ، وَأَشْهَدُ أَن لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَلَقَ الْخَلاَئِقَ وَأَحْكَامَهَا، وَقَدَّرَ اْلأَعْمَارَ وَحَدَّدَهَا، وَهُوَ بَاقٍ لاَ يَفُوْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَمَرَ بِتَذْكِيْرِ الْمَوْتِ وَالْفَنَاءِ، وَاْلاِسْتِعْدَادِ لِيَوْمِ الْبَعْثِ وَالْجَزَاءِ.

اَللَّهُمَّ صَلِّيْ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمَرْسَلِيْنَ وَعَلَي آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ اْلأَخْيَارِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Apabila seorang muslim telah bermakrifat kepada Allah swt dengan keimanan yang sempurna, maka jiwanya akan menjadi kokoh dan kuat, meninggalkan kesan yang baik dan mulia. Keimanan yang sempurna itu akan mengarahkan seseorang untuk memiliki wawasan keislaman yang luas dan pandangan yang jauh ke depan dalam usaha menegakkan kebenaran dan meningkatkan keluhuran budi pekerti. Peranan iman dalam membentuk kepribadian seseorang sangat potensial, sehingga dampaknya akan nampak pada kehidupannya sehari-hari. Ia akan memiliki kemerdekaan jiwa, keberanian dalam menegakkan kebenaran, hidup mandiri, selalu merasa tenang dan tentram, senantiasa berkomunikasi (munajat) dengan Dzat Penciptanya dan dampak-dampak positif lainnya.

Manusia yang beriman akan memiliki kemerdekaan jiwa yang bebas, terlepas dari kungkungan atau pengaruh orang lain. Ia hanya meyakini bahwa Allah sajalah yang mengangkat derajat seseorang atau merendahkannya, memuliakan atau menghinakannya. Keyakinan tersebut dibarengi dengan usaha yang kuat agar memperoleh kebaikan dan kesuksesan. Ia meyakini hanya Allah sajalah yang memberi dan mengambil sesuatu dari manusia, orang lain tidak berhak memperbudak dirinya. Allah swt berfirman, “Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan…” (QS. al-A’raf, 7:188)
https://aang-zaenal-alfian.blogspot.com/2018/01/khutbah-jumat-yang-menginspirasi-dampak.html

Dengan keimanan yang kuat dan keyakinan terhadap Allah yang mendalam, maka lenyaplah segala macam perbudakan antar sesama manusia, baik perbudakan yang legal atau tersembunyi, perbudakan lahir ataupun batin. Jiwa semua manusia akan bebas merdeka untuk menentukan jalan hidupnya masing-masing.

Dengan memiliki keimanan yang sempurna, seorang muslim akan memiliki keberanian dalam membela kebenaran, karena tujuannya jelas yaitu untuk memperoleh kehidupan yang mulia. Ia menghendaki agar hidupnya tidak hanya untuk makan, kawin, dan melahirkan keturunan saja, tetapi ia ingin agar hidupnya yang hanya sekali di dunia ini bermakna. Dengan cita-cita, hasrat, dan kemauan yang luhur itu, ia akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakatnya, dan kehadirannya tidak sia-sia. Mereka yakin terhadap pertolongan Allah yang diperuntukkan bagi pembela kebenaran dan para pejuang yang berjihad di jalannya. Allah swt berfirman, “…segolongan telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?" Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah". Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini". Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh…” (QS. Ali Imran, 3:154)

Banyak manusia yang menggantungkan dirinya pada orang lain secara berlebihan, mereka menganggap bahwa orang itulah sumber rizki yang diperolehnya. Sikap ketergantungan yang berlebihan tersebut akan menjadikan seseorang lupa kepada hakikat dirinya sebagai manusia yang merdeka. Ia tidak segan-segan menjilat terhadap orang lain atau merendahkan dirinya sendiri hanya karena sejumlah materi yang ia terima. Materi itu sebenarnya tidak seberapa dan tidak berarti sama sekali jika dibandingkan dengan kemerdekaan dan harga dirinya. Sikap seperti itu amat tercela menurut pandangan Islam, karena manusia dianugerahi oleh Allah swt berbagai macam potensi yang ada pada dirinya, bukanlah untuk menghamba atau memperhamba sesamanya. Manusia diberi kemampuan yang tidak jauh berbeda antara satu dengan lainnya, asalkan ia mau mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, maka ia akan sejajar dengan yang lainnya.

Manusia muslim akan senantiasa menjalin hubungan dengan manusia lain dalam batas-batas yang digariskan Allah. Mereka diberi kemampuan dan potensi yang beraneka macam agar dapat mengembangkannya dengan baik dan proporsional. Sesama manusia hendaknya menjalin hubungan sebagai saudara atau teman yang baik, saling tolong menolong dan saling menghormati, tidak saling memperbudak dan menghambakan diri. Sejarah mencatat, Khalifah Umar bin al-Khaththab yang terkenal dengan ketegasannya dalam memberlakukan egaliterianisme (persamaan hak) di negaranya, pernah menegur seorang pejabat terasnya di daerah yang dianggap telah mengabaikan kepentingan rakyat. Masalahnya berawal dari pengakuan seorang warga yang dipukul oleh salah seorang pejabatnya ketika thawaf di Baitullah karena kesalahan sepele yang tidak disengaja. Maka Umar langsung memanggil pejabat yang dimaksud dan berkata, “Berapa lama kamu telah memperbudak sesama manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka?” Akhirnya Umar menyuruh si pelapor untuk memukul kembali pejabatnya sebagai balasan yang setimpal.

Sebagai manusia biasa, seorang muslim juga bergaul dengan orang lain dalam hubungan kerja, perdagangan, hubungan sosial, dan hubungan-hubungan lainnya. Dalam semua hubungan itu diharapkan adanya kerjasama yang baik, saling menghormati dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Mereka yang besar dan kuat mengasihi yang kecil dan lemah, sedang mereka yang kecil dan lemah menghormati yang besar dan kuat. Tanpa ada yang kecil dan lemah, tidak akan ada yang besar dan kuat. Dengan demikian mereka harus bersinergi untuk saling kerja sama demi mewujudkan hidup yang aman dan tentram. Dengan cara inilah masyarakat madani yang dicita-citakan akan cepat terealisir.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالِّذكْرِ الْحَكِيمِ ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ، أَقُولُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِين، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتًهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ؛

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Sebagian dari dampak keimanan pada kepribadian seseorang adalah timbulnya ketenangan dan ketentraman jiwa, baik lahir maupun batin. Dengan ketenangan itu, manusia mukmin akan merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam berbagai kegiatan yang digelutinya. Jiwanya tidak resah maupun gelisah karena selalu mengingat Allah dan hanya bertumpu kepada-Nya. Ketika mendapat kenikmatan, ia langsung bersyukur kepada Allah, dan ketika mendapat kepahitan atau kesusahan, ia tabah dan sabar menjalaninya.

Seorang yang jiwanya diliput dengan sinar keimanan, hidupnya senantiasa bahagia tanpa banyak dirundung masalah. Ia selalu menyadari bahwa setiap hembusan nafasnya dan gerak-geriknya adalah pemberian dari Allah swt. Semuanya akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya. Oleh karena itu, secara totalitas ia mengabdikan ibadahnya, hidupnya, dan matinya hanya untuk kepentingan akhirat, yaitu mencapai ridha Allah swt. Jika orientasi jangka panjang yaitu akhirat ini sebagai tujuan, maka kebahagiaan dunia pun dengan sendirinya akan didapatkan. Akan tetapi jika orientasi jangka pendek yaitu kepentingan duniawi yang dijadikan tujuan, maka belum tentu kebahagiaan akhirat akan terwujud tanpa hambatan. Dengan demikian, seorang mukmin hidupnya akan tenang, baik lahir maupun batin sebagaimana yang Allah swt janjikan dalam firman-Nya, “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)…” (QS. al-Fath, 48:4)

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!

Subscribe to receive free email updates: