Materi Khutbah Jum'at Ideologis: Fenomena Beragama Masyarakat Perkotaan


اَلْحَمْدُ ِللهِ الْعَزِيْزِ الْغَفُوْرِ، اَلَّذِيْ جَعَلَ فِي اْلإِسْلاَمِ الْحَنِيْفِ الْهُدَي وَالنُّوْرِ، اَلَّذِيْ قَالَ: (وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ)، نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَي حَمْدَ مَنْ نَظَرَ فَاعْتَبَر، وَكَفَّ عَنِ الْمَسَاوِيءِ وازْدَجَر، وعَلِمَ أَنَّ الدُّنْيَا لَيْسَتْ بِدَارِ مَقََرٍّ، وَأَشْهَدُ أَن لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَلَقَ الْخَلاَئِقَ وَأَحْكَامَهَا، وَقَدَّرَ اْلأَعْمَارَ وَحَدَّدَهَا، وَهُوَ بَاقٍ لاَ يَفُوْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَمَرَ بِتَذْكِيْرِ الْمَوْتِ وَالْفَنَاءِ، وَاْلاِسْتِعْدَادِ لِيَوْمِ الْبَعْثِ وَالْجَزَاءِ.

اَللَّهُمَّ صَلِّيْ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمَرْسَلِيْنَ وَعَلَي آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ اْلأَخْيَارِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Asumsi yang didasarkan atas pandangan klasik sosiologi bahwa masyarakat modern akan meninggalkan keyakinan dan pengamalan agama sungguh tidak terbukti. Gambaran perubahan sosial masyarakat Indonesia pada awal era pujangga baru, tahun 1930-an, hingga 1945, seakan-akan membenarkan hipotesis sosiologis di atas. Mulanya kehidupan manusia bertumpu pada keyakinan yang bersifat ”magic”, berkembang menjadi keyakinan ”agama”, selanjutnya berdasarkan filsafat, dan akhirnya bermuara pada kehidupan yang didasarkan kepada rasionalitas ilmu pengetahuan dan teknologi. Terma moderninasi dan westernisasi menjadi gejala atau trend anak muda terpelajar. Marah Rusli salah seorang tokoh pujangga baru menggambarkan kondisi seperti itu dalam bukunya Salah Asuhan. Meskipun era modernisasi telah berganti postmodern, dan kritik terhadap modernisasi juga sangat gencar dan tajam, pandangan yang menggap bahwa rasionalisme dalam hal ini diwakili oleh ideologi kapitalisme dan demokrasi liberal, perkembangan dari modernisasi, masih tetap dominan.

Jika demikian, agama dan kehidupan keagamaan di pusat-pusat perkembangan modern tetap eksis. Agama selalu tumbuh dan berkembang berbarengan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Religiositas dan atau spiritualitas adalah fenomena di tengah-tengah modernitas dan masyarakat perkotaan. Survey yang saya lakukan beberapa tahun terakhir di Jakarta dan kota-kota besar lainnya menunjukkan kebenaran sinyalemen tersebut. Kalau dahulu von Grunebaum mengidentifikasi gerak sosial Islam dalam teori ”pendulum” yakni pada suatu masa cenderung bercorak eksoterik, tetapi pada kurun waktu yang lain berkembang corak esoterik. Sekarang, kebangkitan Islam, khususnya di Indonesia berjalan simultan. Artinya penguatan Islam terjadi pada kedua tataran yakni eksoterik dan esoterik. Gerak eksoterik dapat dilihat dari perkembangan pesat faham dan gerakan Salafi yang berpusat di kampus dan masjid perkotaan. Begitu juga faham dan gerakan esoterik berkembang di kampus, di masjid bahkan dalam komunitas kajian kelompok kelas menengah perkotaan. Bagaimana dengan segregasi sosial perkotaan dan kehidupan beragama mereka? Gololongan sosial kaya atau miskin di perkotaan, khususnya Jakarta tidak berkorelasi dengan religiositas mereka. Nyatanya, baik orang yang tergolong kaya, menengah, maupun miskin masing-masing memiliki prosentase yang tinggi dalam kehidupan dan aktifitas keagamaan di masjid-masjid. Fenomena keagamaan seperti ini berbeda dengan masa-masa Orde Lama maupun masa kolonial. Dahulu jumlah pemeluk Islam menurut sensus prosentasenya lebih besar ketimbang sekarang. Tetapi, keberagamaan atau ketaatan beragama waktu itu sangat rendah. Clifford Geertz, Niel Mulder, Koentjaraningrat dan banyak lagi antropolog yang mencatat prosentase ketaatan umat Islam hanya berkisar 5-10%. Sekali lagi, modernitas dan globalisasi tidak berpengaruh terhadap keberagamaan masyarakat perkotaan.

Faham Keagamaan dan Modernitas

Agama sebagaimana ada dalam kitab suci tidak akan berubah. Tetapi agama sebagai pedoman kehidupan yang fungsional untuk menghadapi berbagai perubahan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, agama senantiasa ditafsirkan kembali. Gerakan tajdid, demikian biasa disebut adalah respon agama terhadap perubahan. Ada dua pendekatan dalam gerakan pembaharuan dalam Islam. Pertama bercorak pemurnian (purifikasi). Gerakan ini menyelia keyakinan dan praktik keagamaan yang dianggap tidak memiliki dasar autentik. Memang terlihat kontradiktif, bagaimana memperbaruhi tetapi dengan cara kembali kepada pemurnian yang acuannya adalah teks dan tradisi salafi. Kelompok ini memiliki penganut dan simpatisan cukup besar. Sebagian dari penganut puritanisme terjebak pada romantika pertentangan atau benturan ideologis dengan Barat dan melahirkan gerakan radikal yang oleh pihak Barat disebut ”teroris”. Kedua, gerakan modern (liberal) dalam Islam yang melihat Islam sebagai tata keyakinan dan tata nilai yang unggul tetapi untuk aplikasinya memerlukan penafsiran ulang sesuai dengan konteks sosiokultural yang ada. Kelompok kedua menerima modernitas dan untuk sebagian gaya hidup Barat dengan penyesuaian dengan nilai-nilai Islam. Istilah lain yang sesekali muncul adalah ”pribumisasi Islam” ”fiqh Indonesia”, ”Islam kultural” dan akhir-akhir ini muncul istilah kontroversial ”Islam liberal”.

Di tengah-tengah hiruk pikuk modernitas dan globalisasi (liberalisasi ekonomi dan demokratisasi politik) muncul pemahaman dan praktik keagamaan sufistik. Pendukungnya dari berbagai kalangan, bahkan kaum muda terpelajar dan klas menengah perkotaan banyak yang tertarik dan menjalani kehidupan ini. Ada banyak ordo, congregrasi atau aliran. Muktabarah dan ghairu mu’tabarah juga tidak banyak dipermasalahkan. Bertasawuf atau menapaki jalan kesucian (suluk) sudah menjadi trend keberagamaan masyarakat perkotaan. Ribuan orang berkumpul di Surau Al Amien, Parung Bogor untuk mengikuti wirid-wirid tarekat Naqsabandiyah pimpinan Alm. Buya Kadirun Yahya, ratusan orang setiap Sabtu pagi berkumpul di acara khususiyah di masjid LIPI bagi para pengamal tarekat Qadiriyah Wan Naqsabandiyah pimpinan KH. Ahmad Asrari Al Ishaqi dari Surabaya. Tarikat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dari Suryalaya juga memiliki pengikut dalam jumlah puluhan ribu di wilayah Jabotabek. Tarekat lainnya seperti Idrisiyah juga berkembang dan memiliki pusat aktifitas baik dzikir maupun pengajian di wilayah Pecenongan. Tarekat Naqsabandiyah Haqani yang dikembangkan oleh Syaikh Hisyam Kabbani memiliki pusat kegiatan di Menteng, kawasan elite Jakarta.

Masih banyak lagi kegiatan tarekat atau aliran-aliran tarekat yang berkembang di Jakarta dan sekitarnya. Aliran-aliran tarekat seperti Inayat Khan Sufi Order, Khaniqahi-Nikmatullah, Malamatiyah, Akbariyah, dan lainnya yang berkembang di Barat juga memiliki pengukut di Jakarta. Belum lagi tarekat lokal seperti Wahidiyah, Munfaridiyah, Kadisiyah memiliki pengikut dalam jumlah yang besar. Wahidiyah sekarang memiliki pengikut lebih dari 5 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Di Jakarta sendiri kelompok ini pernah melakukan mujahadah nisfus sanah di Islamic Centre Jakarta dihadiri lebih dari 15.000 orang. Sungguh jumlah yang sangat fantastik. Berapa banyak umat yang masuk dalam kategori faham tajdid, purifikasi dan sufistik. Belum lagi mereka yang tidak mengerti atau tahu pasti masuk dalam kelompok yang mana? Inilah ”mainstrem” umat Islam perkotaan. Mereka ini sering kita sebut sebagai orang ”awam”, mereka aktif menjalani kehidupan beragama dan dapat dipastikan setiap hari Jum’at datang ke masjid untuk menunaikan salat Jum’at dan mendengarkan khutbah. Sama seperti yang lain, berbagai penganut faham dan pendukung gerakan keagamaan yang bermacam-macam berkumpul di dalam satu masjid, kecuali beberapa kelompok eksklusif, yang hanya beribadah di masjid yang mereka dirikan. Tantangan bagi pengurus masjid, pelayanan keagamaan seperti apa yang mesti diberikan kepada umat yang bergama faham dan aliran tersebut?

Masjid Sebagai Institusi Integratif

Al Quran dibaca di masjid, Hadis, fikih, kalam dan tasawuf diajarkan dan dikembangkan di masjid. Penafsiran dan pemahaman terhadap teks dan kajian terhadap kontektualisasi agama juga dilakukan di masjid. Sebagai pusat pendidikan dan pengajaran bisa jadi masing-masing masjid memiliki kecenderungan mengikuti salah satu faham atau penafsiran tertentu. Sebagai pusat gerakan, sah-sah saja masjid sebagai markas besar gerakan. Akan tetapi masjid sebagi pusat peribadatan dan kebudayaan umat harus tetap terbuka untuk semua. Pengalaman pribadi penulis, pernah salat di masjid komunitas Syi’ah, Ahmadiyah dan LDII dan ternyata tidak ada masalah. Memang sebagai orang yang dibesarkan di lingkungan pesantren Syafi’iyah seringkali sedikit kesulitan menyesuaikan dengan tradisi yang dibangun oleh komunitas yang berbeda tersebut. Oleh karena itu, sebagaimana pesan suci Al Qur’an dan sabda Nabi Muhammad SAW, sesama muslim harus saling islah, ta’awun, menyayangi, tidak saling mencela dan menjatuhkan dan bercerai berai.

Instutusi keIslaman yang masih mampu mengoperasikan peranan integratif dewasa ini tinggal masjid. Nabi Muhammad membangun masyarakat Madinah dimulai dari masjid. Kini umat Muhammad sudah berbelah tak terbilang, dari mana kita mulai merajut kembali potensi keumatan untuk menyongsong masa depan? Mulai masjid sebagai pusat pendidikan agama untuk masyarakat mesti ditata ulang, membangun jiwa jamaah, merancang peran dan fungsi masjid, menetapkan masterplan pengembangan masyarakat, memberdayakan jamaah, penguatan fungsi DKM, dan pelatihan kepemimpinan untuk generasi muda. Benturan peradaban tak dapat dielakkan, modernitas dan globalisasi bahkan Dajjalisme berada di ruangan paling dalam rumah-rumah kita. Selamatkah kita dari pertempuran ideologis dan peradaban ini?

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالِّذكْرِ الْحَكِيمِ ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ، أَقُولُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِين، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتًهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ؛

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Apapun masalah yang dihadapi oleh umat Islam selalu saja ada jawaban. Gempuran terhadap Islam telah dilakukan lama sekali, apakah Islam kemudian musnah? Ternyata tidak, penganut Islam dewasa ini merupakan mayoritas dari kaum beragama,sekitar 1,3 milyar. Katolik sekitar 1,1 milyar, Protestan sekitar 700 juta, Hindu, Budha, dan agama-agama lainnya di bawah jumlah tersebut. Keberhasilan umat Islam mempertahankan agama yang dianutnya adalah penjagaan dan jaminan dari Allah melalui usaha dan perjuangan umat Islam sendiri.

Panggilan atau missi suci sebagai muslim adalah: amanu wa hajaru wa jahadu fi sabilillah. Apapun kedudukan dan peranan yang kita emban, marilah diarahkan sebagai bagian dari missi suci, amal shaleh yang dengannya kita diselamatkan oleh Allah dari tipu daya Dajjalisme dan neraka Jahanan. Kebangkitan agama, lebih khusus lagi kebangkitan spiritualitas Islam di perkotaan adalah awal kebangkitan Islam secara keseluruhan. Sudah sepatutnya, kita menjadi bagian dari kebangkitan ini dan dapat berkontribusi ”bi amwalihim wa anfusihim”. Wallahu ’alam bi shawab.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ

Subscribe to receive free email updates: