Khutbah Idul Adha yang Menyentuh Hati: Mentranformasi Nilai Ibadah Haji dalam Kehidupan


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ.
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَم، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.
الَلَّهُمَّ صَلِّ وَاُسَلِّمُ عَلَى حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةْ، وَأَدَّى الأَمَانَةْ، وَنَصَحَ الأُمَّةْ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.
اَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ  إِتَّقُوْا اللهَ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ!

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ. وَللهِ الْحَمْدُ.

Jamaah Idul Adha Yang Dirahmati Allah SWT

Alhamdulillah, pagi ini kita dapat berkumpul menikmati indahnya matahari, sejuknya hawa pagi sembari mengumandangkan takbir mengagungkan Ilahi Rabbi, dirangkai dengan dua raka’at Idul Adha sebagai upaya mendekatkan diri kepada Yang Maha Suci. Marilah kita bersama-sama meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT dengan sepenuh hati. Kita niatkan hari ini sebagai langkah awal memulai perjalanan diri, mengarungi kehidupan seperti yang tercermin dalam keta’atan dan ketabahan Nabi Allah Ibrahim as menjalani cobaan dari Allah Yang Maha Tinggi.

Melalui mimbar ini khotib berwasiat, mari kita terus berusaha untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT, dengan cara:

إِمْتِثَالُ الْمَأْمُوْرَاتِ وَاجْتِنَابُ الْمَنْهِيَّاتِ

Menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan Allah SWT, diantara perintah Allah itu adalah, melaksanakan ibadah haji dan berqurban.

Jamaah Idul Adha Rohimakumullah !

Pada bulan Dzulhijjah ini terdapat dua perintah Allah sebagai ujian iman yaitu, perintah haji dan perintah berqurban. Yang pertama perintah haji, Allah SWT menegaskan bahwa haji hukumnya wajib seumur hidup sekali bagi yang mampu, hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firmannya:

وَللهِ عَلى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلَا وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللهَ  غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِيْنَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
https://aang-zaenal-alfian.blogspot.com/2018/02/khutbah-idul-adha-yang-menyentuh-hati.html

Di dalam ayat di atas terdapat beberapa penekanan:
  1. Pertama,  “Lam” dalam kalimat لله dan huruf عَلىَ dalam kalimat الناس memberikan makna bahwa haji itu hukumnya wajib.
  2. Kedua,  kalimat من استطاع memberikan makna bahwa wajibnya haji adalah hanya berlaku bagi yang mampu.
  3. Ketiga, kalimat ومن كفر memberikan makna ancaman yang sangat keras bagi yang tidak menunaikan haji padahal dia mampu,dan dia dianggap sebagai orang kafir.
Alhasil, wajibnya menunaikan ibadah haji adalah seumur hidup hanya sekali, dan bagi yang telah mampu untuk pergi haji namun tidak mau menunaikannya ia dianggap kafir jika ia mengingkari hukum wajibnya ibadah haji.

Imam Jalaluddin Assuyuthi dalam tafsirnya:

أَلدُّرُ الْمَنْثُوْرُ فِي التَّفْسِيْرِ بِالْمَأْثُوْرِ

Menjelaskan bahwa, menurut Ibnu Umar, barang siapa yang sehat dan ia mampu melaksanakan haji tetapi ia meninggal dunia sebelum menunaikannya, pada hari kiamat nanti didahinya tertulis lafadz “Kafir”.

Sahabat Rasul, Umar bin Khattob ra. Juga menegaskan :

مَنْ أَطَاقَ الْحَجَّ فَلَمْ يَحُجْ فَسَوَاءٌ عَلَيْهِ يَهُوْدِيًّا مَاتَ أَوْ نَصْرَانِيًّا

“Barang Siapa Yang Telah Mampu Haji, Akan Tetapi Tidak Mau Menunaikannya, Maka Sama Saja Dia Mati Yahudi Atau Mati Nasrani.”

Apa yang telah dituangkan oleh Imam Jalaludin Assuyuthi dalam tafsirnya, dan yang disampaikan oleh Umar Bin Khottob dalam khabarnya memberikan penjelasan bahwa, dampak menunda-nunda menunaikan haji padahal dia mampu adalah dikhawatirkan mati dalam keadaan “Su’ul Khatimah” Na’udzu billahi min dzaalik.
Untuk itu kepada umatnya yang sudah mampu Rasulullah menekankan agar segera pergi haji, Rasulullah bersabda:

تَعَجَّلُوْا إِلَى الْحَجِّ فَإِنَّ اَحَدَكُمْ لَا يَدْرِيْ مَا يَعْرِضُ لَهُ (رواه أحمد)

“Bersegeralah kalian berhaji, karena salah seorang diantara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya.”

Sistem penghajian di negara kita dengan masa tunggu mencapai 23 tahun, bagi yang mampu haji dan sudah mendaftarkan diri walaupun belum berangkat karena menunggu giliran  pemberangkatannya  berarti dia telah menyegerakan untuk pergi haji.

Namun bagi yang mampu dan sampai saat ini belum mendaftarkan diri berarti sama saja dengan menunda-nunda menunaikan ibadah haji yang  dikhawatirkan mati su’ul khotimah.

Hadirin Jama’ah Idul Adha Rahimakumullah

Ulama salafus saleh mengelompokkan haji dengan 4 kelompok, yaitu ;
  1. Orang mendapatkan pahala ibadah haji karena pergi haji
  2. Orang mendapatkan pahala ibadah haji, tanpa pergi haji
  3. Orang yang pergi haji tapi tidak dapat pahala haji
  4. Orang yang tidak dapat pahala haji karena tidak pergi haji
Pertama, Orang mendapatkan pahala ibadah haji karena pergi haji yaitu setiap orang yang secara syariat fisiknya hadir di makkah untuk melaksanakan ibadah haji, wajib haji, rukun haji, dan sunnah-sunnah haji telah dikerjakannya, dan sepulang dia dari haji, nilai-nilai pembelajaran  yang terkandung dalam amaliyah-amaliyah  haji tetap melekat, dan mewarnai kepribadiannya.

Sikap dan prilakunya berubah menjadi lebih baik, menjadi pribadi-pribadi yang  mengamalkan nilai-nilai  pembelajaran yang terkandung dalam wuquf, melontar jumroh, thawaf dan sa’i. Yaitu :
1). Wukuf, nilai pembelajarannya  adalah berhenti dan merenung akan jati dirinya sebagai seorang hamba yang tidak punya apa-apa dan tidak bisa apa-apa, dia berfikir sebelum bertindak, setiap akan melakukan sesuatu selalu mempertimbangkan dampak positif dan negatifnya, sehingga setiap tindakannya berangkat dari perencanaan yang matang, tidak asal-asalan, tidak ngawur dan tidak gegabah. Orang bijak berkata “rencanakan apa yang akan anda kerjakan, dan kerjakan apa yang sudah anda rencanakan”

2). Melontar jumrah, nilai pembelajarannya adalah,  melemparkan dan mencampakkan sifat-sifat tercela dari dirinya,  sifat-sifat yang dipengaruhi oleh syaitan, dia  jauh dari sifat sombong dekat dengan rendah hati, jauh dari dendam dekat dengan pemaaf, jauh dari kikir dekat dengan dermawan, jauh dari permusuhan dekat dengan persaudaraan, dan jauh dari kebohongan dekat dengan kejujuran. Ia lemparkan dan ia jauhkan sifat-sifat tercela dari dirinya, .

3). Thawaf, nilai pembelajarannya adalah, kesadaran akan dirinya  selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun dan bagaimanapun simbul  kedekatan dirinya  dengan sang kholiq sehingga hidupnya selalu merasa dekat dengan Allah dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, inilah pola hidup orang yang  mendapatkan pahala ibadah haji karena pergi haji, dan hajinya mabrur.

4). Sai, nilai pembelajarannya adalah, sikap  pantang putus asa dalam hidupnya, usaha terus menerus untuk kemaslahatan dirinya, sehingga menjadi manusia yang bermamfaat dan bermartabat disisi manusia maupun disisi Allah SWT, inilah pribadi orang yang “mendapat pahala haji karena pergi haji“ yang telah sa’i antara safa dan marwah.

Haji yang pertama inilah yang disebut dengan haji syariat dan haji hakikat yang mendapat jaminan surga dari Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

“Tiada balasan bagi haji yang mabrur kecuali surga”

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ. وَللهِ الْحَمْدُ.
Jamaah Idul Adha Yang Dirahmati Allah SWT

Kedua, Orang mendapatkan pahala ibadah haji, tanpa pergi haji, yaitu setiap orang yang secara syariat  tidak pergi haji, fisiknya tidak hadir di makkah untuk menunaikan haji, namun nilai-nilai pembelajaran yang terkandung dalam amalan-amalan haji menghiasi dan mewarnai kepribadiannya. Dia senantiasa “wuquf” berfikir sebelum bertindak, bekerja sesuai dengan apa yang direncanakan dengan tetap berserah diri kepada Allah SWT. Menyadari dirinya sebagai hamba Allah yang lemah yang tidak bisa apa-apa dan tidak punya apa-apa. Dia senantiasa “thawaf” dimana saja, kapan saja, selalu merasa dekat dan bersama Allah SWT, perputaran waktu senantiasa diisi dengan dzikir kepada Allah SWT. Panggilan salat senantiasa dilakukan tidak pernah diabaikan. Dia senantiasa “melontar jumrah” tampil  menjadi pribadi yang sholeh, jauh dari sifat-sifat tercela dekat dengan sifat terpuji, pemaaf tidak pendendam, rendah hati tidak sombong, jujur tidak pembohong, dermawan tidak kikir.

Dia senantiasa “sa’i” tidak pernah putus asa, selalu optimis, bekerja dan bekerja demi untuk memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya pada sesama manusia. Hidup adalah perjuangan, berjuang demi mencapai apa yang diinginkan.

Ibadah haji, salah satu ibadah yang membutuhkan modal paling besar. Jiwa, raga, harta, dan memakan banyak waktu. Sehingga jumlah kaum muslimin yang mampu melaksanakannya, jauh lebih sedikit dibandingkan amal ibadah lainnya. Namun, Allah Maha Kaya, Allah Maha Pemurah. Allah berikan kesempatan bagi semua hamba-Nya, untuk mendapatkan pahala haji, sekalipun dia tidak mampu berangkat haji. Rasulullah saw menyampaikan tentang banyaknya amalan-amalan yang pahalanya seperti melaksanakan ibadah haji. Diantaranya, Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ صَلَّى الغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian duduk berdzikir memuji Allah hingga terbit matahari, kemudian shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan pahala haji dan umrah. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan:   Sempurna.. sempurna.. ...sempurna”. (HR. Turmudzi 586, al-Bazzar 9314, hadits hasan)

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa; Adalah ulama Abu Abdurrahman Abdullah bin Al-Mubarak Al-Hanzhali Al-Marwazi ulama terkenal di Makkah yang menceritakan riwayat ini. Suatu ketika, setelah selesai menjalani salah satu ritual haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Ia mendengar percakapan mereka, “Berapa banyak yang datang tahun ini?” tanya malaikat kepada malaikat lainnya. “Tujuh ratus ribu,” jawab malaikat lainnya. “Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?”“Tidak satupun”
Percakapan ini membuat Abdullah gemetar. “Apa?” ia menangis dalam mimpinya. “Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”
Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar cerita kedua malaikat itu. “Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Berkat dia seluruh haji mereka diterima oleh Allah.”
“Kok bisa” “Itu Kehendak Allah” “Siapa orang tersebut?” “Sa’id bin Muhafah, tukang sol sepatu di kota Damsyiq (Damaskus sekarang)”
Mendengar ucapan itu, ulama itu langsung terbangun. Sepulang haji, ia tidak langsung pulang kerumah, tapi langsung menuju kota Damaskus, Siria.
Sampai disana ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah.
“Ada, ditepi kota” Jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya.
Sesampai disana ulama itu menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh, “Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya Ulama itu
“Betul, siapa tuan?” “Aku Abdullah bin Mubarak” Said pun terharu, "Bapak adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya?”
Sejenak Ulama itu kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaannya, akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya. “Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur?” “Wah saya sendiri tidak tahu!”
“Coba ceritakan bagaimana kehidupan anda selama ini"
Maka Sa’id bin Muhafah bercerita. “Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar : Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulk. laa syarika laka. Ya Allah, aku datang karena panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Segala ni’mat dan puji adalah kepunyan-Mu dan kekuasaan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis ”Ya Allah aku rindu Mekah” ”Ya Allah aku rindu melihat Ka’bah, izinkan aku datang. ijinkan aku datang ya Allah.

Oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji. “Saya sudah siap berhaji”
“Tapi anda batal berangkat haji” kata Ulama tersebut, “Benar” jawab Sa’id bin Muhafah, “Apa yang terjadi?” kata ulama tadi penuh tanda tanya. Lalu Sa’id menceritakan “Istri saya hamil, dan sering ngidam. Waktu saya hendak berangkat saat itu dia ngidam berat” “Suami ku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini? “ya isteriku” “Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku”
"Sayapun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh. Disitu ada seorang janda dan enam anaknya. Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya. Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan “tidak boleh tuan” “Dijual berapapun akan saya beli”
“Makanan itu tidak dijual, tuan” katanya sambil berlinang mata. Akhirnya saya tanya, kenapa? Sambil menangis, janda itu berkata “daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan” katanya.
Dalam hati Abu Abdurrahman Abdullah bin Al-Mubarak berkata : Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim? Karena itu Ibnu Mubarak mendesaknya lagi “Kenapa bias begitu?” Janda itu menjawab “Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak. Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram".
Mendengar ucapan tersebut spontan Abu Abdurrahman Abdullah bin Al-Mubarak menangis, lalu ia pulang dan menceritakan kejadian itu pada istrinya, diapun menangis, mereka akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu. “Ini masakan untuk mu” "Uang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka.” "Pakailah uang ini untuk mu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi”
Ya Allah disinilah Hajiku, Ya Allah disinilah Mekahku. Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak bisa menahan air matanya. Inilah orang yang mendapatkan pahala ibadah haji, tanpa pergi haji,  hakikatnya dia haji walaupun secara syariat dia tidak pergi haji.

Sebagai umat Islam kita harus ada keseimbangan antara dimensi ritual dan sosial. Tidak pada tempatnya kita melakukan banyak ibadah ritual tapi menepikan kepekaan sosial. Sebaliknya, tidak juga merupakan kebaikan jika orang yang berjasa pada lingkungan dan masyarakat, tapi mengabaikan ibadah ritual. Karenanya, perlu dikoreksi mengapa harus berkali-kali pergi haji? Berkali-kali umrah. Berkali-kali haji dan umrah berarti hanya menumpuk amal untuk diri sendiri. itu egois namanya. Tidakkah lebih baik melakukan ibadah haji cukup sekali, demi menunaikan kewajiban. Biaya haji atau umrah untuk berikutnya bisa disalurkan pada jalur-jalur sosial sehingga masalah sosial ikut terselesaikan.

Masih banyak masyarakat miskin yang memerlukan bantuan. Masih banyak kegiatan sosial yang macet karena kekurangan dana. Masih banyak madrasah dan sekolah yang atapnya bocor, masjid yang masih dalam tahap renovasi dan terbengkalai. Anak-anak yatim yang putus sekolah karena tidak ada biaya. Semuanya itu masih menunggu uluran tangan-tangan para dermawan yang mau menyisihkan sebagian hartanya untuk kemaslahatan umat Islam. Inilah makna ibadah haji sesungguhnya yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyrakat.

Hadirin Yang Dimuliakan Allah SWT

Ketiga, Orang yang pergi haji tapi tidak dapat pahala haji,  yaitu setiap orang yang pergi haji ke tanah suci, fisiknya hadir di makkah untuk menunaikan ibadah haji,  namun sepulang dari haji tidak ada perbaikan dalam kepribadiannya, tidak ada perubahan dalam kehidupan kesehariannya, inilah orang  yang “Pergi haji tapi tidak dapat pahala haji“ yang secara syariat dia pergi haji namun hakikatnya dia tidak  haji.

Keempat, Orang yang tidak dapat pahala haji karena tidak pergi haji yaitu setiap orang yang secara syariat dia tidak pergi haji dan dari segi hakikatnya dia juga tidak haji. Mudah-mudahan Allah jadikan kita termasuk kedalam kelompok yang pertama yaitu haji karena pergi haji jika tidak minimal kelompok kedua yaitu walaupun kita tidak pergi haji tapi hakikatnya kita sudah haji.

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ. وَللهِ الْحَمْدُ.
Jamaah Idul Adha Yang Dirahmati Allah SWT

Perintah dalam bulan Dzulhijjah yang kedua adalah berkurban, yaitu menyembelih hewan qurban pada hari raya idul adha dan tiga hari tasyrik, tanggal 11,12,13 dzul hijjah. Berqurban hukumnya sunnah muakkadah bagi yang mampu, artinya barang siapa yang ada kemampuan untuk berqurban maka baginya disunnahkan untuk berqurban setiap tahun, sebagaimana sabda rasulullah saw:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِيْ كُلِّ عَامٍّ أَضْحِيَةٌ (رواه مسليم)

“Wahai manusia suatu keharusan bagi setiap keluarga berkurban setiap tahun (HR. Muslim).”

Di dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ اْلأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا - رواه مسلم

"Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada amalan yang dilakukan oleh anak Adam pada hari Nahr (Idul Adhha) yang lebih dicintai oleh Allah selain dari pada mengucurkan darah (hewan kurban). Karena sesungguhnya ia (hewan kurban) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban".(HR. Muslim)

Dalam hadis yang lain Rasulullah memberi ancaman kepada yang tidak mau berqurban padahal dia mampu berqurban.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, أَنَّ رَسُلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِ فَلَا يُقَرِّبُنَّ مُصَلَّانَا (رواه أحمد)

“Barang siapa memiliki kemampuan untuk berqurban, tapi tidak melaksanakannya maka jangan mendekati tempat sholat kami.” (HR. Ahmad)

Walaupun berkurban hukumnya sunnah, namun dampaknya luar biasa bagi yang mampu dan tidak mau berkurban, yaitu tidak menjadi bagian dari jama’ah Rasulullah SAW, dan dikhawatirkan meninggal dunia dalam keadaan su’ul khotimah. Na’udzu billahi min dzaalika.

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ. وَللهِ الْحَمْدُ.
Jamaah Idul Adha Yang Dirahmati Allah SWT

Demikianlah khutbah ini saya sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya pribadi dan untuk kita semua. Amin

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْأَنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلْيْمُ وَقُلْ رَبِّيْ إغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ.


اَللهُ أَكْبَرُ ... ٧ X    اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
أَلْحًمْدُ لِلّهِ حَمِدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٌ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ ... اِتَّقُوْا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ تَعَالَى صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْمًا: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللّهمَّ إِنَّكَ أَمَرْتَنَا بِدُعَائِكَ وَوَعَدْتَنَا إِجَابَتَكَ فَقَدْ دَعَوْنَاكَ كَمَا أَمَرْتَنَا فَأَجِبْنَا كَمَا وَعَدْتَنَا.
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اللّهمَّ أَعِزَّ الإسْلاَمَ وَالمسلمين وَأَذِلَّ الشِّرْكَ والمشركين وَدَمِّرْ أعْدَاءَ الدِّينِ وَاجْعَلْ دَائِرَةَ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ يا ربَّ العالمين. اللهمَّ ارْزُقْنَا الصَّبْرَ عَلى الحَقِّ وَالثَّبَاتِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
أَللهمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا, هَنِيْئًا مَرِيْئًا مَرِيْعًا, غَدَقًا مُجَلِّلًا, سَحًّا طَبَقًا دَائِمًا. اللّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِتِيْنَ, اللَّهُمَّ أَنْزِلْ علَيْنَا مَاءً مِنَ السَّمَاءِ مَطَرًا مِدْرَارًا, بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيِنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهُ, إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِالْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحَشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرثوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ولَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ, وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

Subscribe to receive free email updates: