Khutbah Jumat yang Mengesankan: Membangun Karakter Kita

Kemarin tanggal 13 Juli 2018 yang kebetulan hari jumat. Seperti biasa hari itu untuk umat muslim yang laki-laki melaksanakan sholat jumat berjamaah di masjid. Bergegaslah saya ke masjid, mengambil air wudhu dan mengisi barisan (shaf) yang masih kosong di belakang. Lalu seperti biasa di sebelum sholat ada ceramah yang disampaikan oleh para alim ulama.

Betapa terkejutnya saya ketika mendengar isi ceramah yang berbeda dari kebanyakan khutbah jumat yang biasa dan selalu terdengar. Ya Ustadz itu memulai khutbahnya bercerita tentang negara china yang “membuka” diri pada dunia internasional, termasuk akan hal bantuan dan investasi asing –padahal menganut faham komunisme-- sehingga dapat maju dan menjadi kekuatan ekonomi  baru di kancah global. Lalu membahas tentang uni soviet di bawah pemerintahan michael gorbacev yang pada akhir 1980-an menerapkan sitem glasnost (keterbukaan dalam segala bidang dalam pemerintahan ; termasuk keterbukaan informasi) dan perestroika (reformasi politik dan ekonomi).

saya tercengang, rada heran sekaligus bangga dengan isi ceramah yang memberikan perspektif lain dalam memandang suatu peristiwa dengan objektif. Dengan kata lain penceramah menganggap kebijakaan akan hal “keterbukaan” yang diambil oleh negara yang berhaluan komunis adalah benar dan baik, Suatu hal yang jarang diungkapkan oleh penceramah di khutbah jumat. Bahkan sebagian penceramah terkadang terlalu tendensius dan menggap semua yang dilakukan oleh “orang barat” atau suatu hal yang datang dari “budaya luar” semuanya jelek.

Penceramah itu berkata: “ bila ingin adanya perubahan maka utamakanlah keterbukaan”. Kata itu dapat ditafsirkan menjadi berbagai macam pendapat. Namun esensinya adalah bahwa bila ada suatu permasalahan yang besar, bicarakanlah dengan baik dan carilah solusinya. Dalam hubungan antar manusia silaturrahim merupakan alat (tools) untuk keterbukaan antar individu. Tidak ada kepentingan apapun yang dapat merugikan satu pihak dan pihak yang lain dirugikan, tetapi tujuanny hanya satu : untuk mempererat hubungan antar umat manusia (hablum-minannas).

Dalam spektrum yang lebih luas, “silturrahim” antar negara didunia –yang kita sebut sebagai diplomasi negara—bila dilandasi dengan semangat kebersamaan dan keterbukaan antar negara untuk mencapai kemajuan bersama, tanpa diiringi dengan kepentingan sepihak, baik dalam hal ekonomi, politik, teritorial,dll. Hal tersebut memberikan jalan kemudahan komunikasi, dan dalam komunikasi tersebut harus dilandasi dengan keterbukaan. Sehingga ketegangan-ketegangan antar negara yang sering timbul akibat permasalahan ekonomi, politik, teritorial dapat di selesaikan dengan komunikasi terbuka yang efektif dan efisien.  

Keterbukaan merupakan “resep manjur” dalam menyelesaikan permasalahan yang pelik sekalipun. Tidak ada hal yang sulit untuk diatasi ketika dalam penyelesaian permasalahan ada kata “mohon maaf” dan “memaafkan”.

Khutbah Jumat yang Mengesankan: Membangun Karakter Kita

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِأَنْوَاعِ النِّعَمِ، وَهَدَانَا عَلَى دِيْنِ الْإِسْلَامِ، أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِيْ قَائِلَهَا فِيْ الدُّنْيَا وَ يَوْمِ الزِّحَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ مِصْبَاحُ الظَّلَامِ لِكَافَّةِ الْأَنَامِ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ عَلَى الدَّوَامِ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فِيْ السِّرِّ وَالْعَلَنِ. وَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ. [التوبة: 119] يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيْرٌ بِما تَعْمَلُونَ. [الحشر: 18] وَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. (رواه أبو داود عَنْ أبي هريرة رضي الله عنه). وقَالَ الْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ: وَذَاتُ الْفَتَى وَاللهِ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى # إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لَا اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ. ديوان الإمام الشافعي

Marilah kita semua bersyukur kehadirat Allah SWT atas semua anugerah nikmat-Nya kepada kita, baik kenikmatan lahiriah maupun batiniah, terutama nikmat iman dan islam. Semoga kita dapat melengkapi dengan ihsan agar kita termasuk hamba Allah SWT yang semakin bertakwa. Amin. Kita bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan nabi Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya. Sebagai umat nabi Muhammad SAW marilah kita memohon rahmat dan keselamatan untuk beliau, keluarga, para sahabat, dan semua pengikut yang teguh dalam jalan yang beliau ajarkan dan teladankan. Semoga rahmat dan keselamatan itu dianugerahkan juga kepada kita. Amin.Marilah kita bertakwa kepada Allah dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, menjaga aturan-aturan-Nya dan mencintai-Nya. Dengan itu semua, insya Allah kita dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang beruntung. Amin.

Kita juga bersyukur dapat melaksanakan shalat Jumat di masjid yang Mubarak ini bersama dengan saudara-saudara kita seiman. Semoga kebersamaan yang indah ini akan semakin indah sampai kelak di hari akhir. Amin.
https://aang-zaenal-alfian.blogspot.com/2018/07/khutbah-jumat-yang-mengesankan.html

Hidup kita ini adalah anugerah Allah SWT yang luar biasa. Ia menjadi kesempatan emas bagi kita untuk berbuat yang sebaik-baiknya agar kelak kita memiliki panenan yang menyelamatkan kita. Dalam menjaga kelestarian anugerah itu marilah kita menilik kenyataan kita sebagai bangsa yang besar jumlah penduduknya, yang dikaruniai alam yang subur, wilayah yang luas, dan sejarah yang membanggakan. Dalam waktu sekarang ini, di tengah-tengah kegembiraan kita sehari-hari itu, sebaiknya kita tetap mawas diri agar hati kita juga dimuati dengan sikap rendah hati.

Di kalangan kita masih banyak ketertinggalan yang memprihatinkan. Sementara banyak bangsa yang kecil dengan alam yang tidak subur dengan wilayah yang sempit, tetapi lebih maju dan sejahtera. Salah satu faktor pokoknya adalah keberhasilan mereka membangun karakter.

Karakter itu watak, kekhasan tindak tanduk, kode perilaku, respons seseorang dalam bentuk perilaku yang tidak membutuhkan proses berpikir terlebih dahulu yang menentukan mutu kepribadian seseorang dalam mempertanggungjawabkan tindakan. Karakter baik yang diakui bersumber dari ajaran agama disebut dengan “akhlaq karimah” yang bersumber dari hati nurani dan terbangun dalam kearifan masyarakat disebut “sopan santun” yang terbangun sebagai kesadaran diri dan sejalan dengan acuan kebaikan universal disebut “etika”, dan yang sesuai dengan tugas perkembangan manusia sebagai pelaku kehidupan disebut dengan “budi pekerti”.

Hadirin jama’ah Jumat rahima kumullah.

Sepuluh Tanda Kemunduran

Pembangunan karakter menjadi sangat penting dewasa ini dan harus dimulai dari kita, umat Islam, sebagai bagian mayoritas warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi kita sedang berada dalam situasi yang tidak jauh dari 10 tanda kemunduran yang diprihatinkan oleh Thomas Lickona, guru besar pendidikan di Cortland University, dalam bukunya Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility (New York: Bantam Book, 1991). Pendidik ini memperingatkan bahwa karakter suatu bangsa berada di dalam titik kritis jika ke-10 tanda kemunduran ini sudah ada, yaitu:
  1. Meningkatnya kekerasan di kalangan
  2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk.
  3. Pengaruh kelompok sebaya yang kuat dalam tindak
  4. Meningkatnya perilaku merusak diri, misalnya adalah penyalahgunaan narkoba, konsumsi minuman keras, dan perilaku menyimpang
  5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan
  6. Menurunnya etos
  7. Merosotnya rasa hormat kepada orang tua dan guru.
  8. Rendahnya rasa tanggungjawab individu dan warga
  9. Membudayanya
  10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara
Kita prihatin dengan terjangkitnya tanda-tanda itu pada sebagian warga masyarakat kita. Sungguh sangat prihatin. Tetapi, kita tak boleh berpangku tangan, karena kita orang beriman. Sebagai orang yang beriman dan beragama secara baik, kita terpanggil untuk menjaga diri kita masing-masing agar terhindar dari tanda-tanda kemunduran itu. Untuk itulah kita kembali kepada tuntunan luhur agama kita.

Semua tuntunan agama mengarahkan kepada kebaikan kita sebagai manusia. Jika tuntunan agama itu kita jalankan dengan sebaik-baiknya, tentu kita akan selamat dan bahkan dapat ikut serta memperkuat lingkungan sekeliling kita untuk selamat dari 10 tanda kemunduran di atas.

Kita dapat belajar lebih banyak dari nasihat-nasihat. Kita juga dapat mengambil hikmah pembelajaran dari ibadah-ibadah yang kita laksanakan. Sungguh, di dalam ibadah-ibadah terdapat hikmah yang sangat besar untuk membangun karakter kita sebagai bagian dari umat nabi Muhammad SAW dan bangsa Indonesia. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl [16]: 30.

وَقِيلَ لِلَّذِيْنَ اتَّقَوْا مَاذَا أَنْزَلَ رَبُّكُمْ قَالُوْا خَيْراً لِلَّذِيْنَ أَحْسَنُوْا فِيْ هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِيْنَ

“Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: ‘Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘(Allah telah menurunkan) kebaikan.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.” (QS. An-Nahl [16]: 30).

Takwa merupakan “tiket” jaminan kesejahteraan dan jalan keluar dari kesulitan (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3). Takwa adalah induk dari karakter yang baik. Dan tujuan risalah nabi Muhammad SAW adalah “menyempurnakan kemaslahatan akhlak (shalihul-akhlaq),” (HR. Imam Ahmad dan Imam Baihaqi dari Abi Hurairah RA).

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه

Akhlak terbentuk dari hasil belajar dan berkebiasaan. Pengaruh lingkungan menjadi faktor penting, tetapi perbaikan akhlak selalu berangkat dari pribadi-pribadi dan kelompok kecil yang bertekad kuat untuk memperbaiki diri. Terhadap kebaikan serupa ini kita tidak dibenarkan untuk menunda, karena Allah SWT berpesan agar kita tidak menunda-nunda pekerjaan baik. Nabi Muhammad SAW bersabda:

اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ

“Mulailah dari dirimu sendiri.” (HR. Imam Muslim dari Nu’aim bin Abdillah RA).

Dan:

وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ

“Mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.” (HR. Imam Bukhari dari Abi Hurairah RA).

Kedua hadits tersebut berkaitan dengan infak dan sedekah, dua hal yang memenuhi hajat untuk kebaikan keluarga. Keduanya dapat juga menginspirasi untuk memberikan sesuatu yang bukan bendawi, yang immaterial, yang dapat memperbaiki kondisi keluarga, misalnya akhlak.

Bagaimanakah Caranya?

Pertama, kita suasanakan pengamalan agama kita di dalam keluarga, di masyarakat, di lingkungan kerja, dan di manapun kita berada dalam cara hidup tanashuh (saling menasihati). Nabi Muhammad SAW bersabda:

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ. رواه مسلم عن تميم الداري رضي الله عنه

“Agama adalah nasihat.” (HR. Imam Muslim dari Tamim Ad-Dariy RA).

Sumber nasihat kita adalah Al-Quran, sunnah nabi Muhammad SAW, pelajaran dari para sahabat nabi dan penjelasan para ulama. Para pendiri negara dan sejarah perjuangan bangsa kita juga memuat nasihat tentang banyak hal, termasuk tentang pentingnya menjaga martabat diri kita sebagai bangsa yang merdeka. Pengalaman hidup, kearifan masyarakat dan peristiwa yang terjadi setiap hari juga memberikan nasihat yang banyak kepada kita. Intinya, kecakapan memetik nasihat adalah cermin kecerdasan spiritual seseorang.

Kehidupan yang bercorak pertikaian, atau yang mengakibatkan pertikaian (tanazu’) sudah harus kita akhiri. Di sana, banyak bangsa yang berkembang semakin kuat karena mampu mengakhiri pertikaian mereka secara bermartabat.

Kedua, kita perlu belajar dan berlatih mencegah persengketaan. Jika sudah terlanjur terjadi persengketaan, maka kita harus berbesar jiwa untuk menyelesaikan persengketaan itu melalui cara-cara yang terhormat dan berkeadilan. Khazanah Islam mengajarkan kepada kita cara-cara itu, antara lain:
  1. Tabayyun atau mengusahakan klarifikasi atau kejernihan informasi sehingga terhindar dari kesalahpahaman;
  2. Musyawarah atau membahas persoalan untuk mengambil kesepakatan terbaik;
  3. Munadharah atau mengkaji dalil-dalil agama untuk memahaminya dari berbagai sudut pandang keilmuan agar mudah dilaksanakan sesuai dengan perkembangan konteks kemaslahatan;
  4. Ifta’ atau meminta fatwa kepada para ulama dan atau pemutus perkara yang berwenang;
  5. Ishlah atau perdamaian dengan penengah yang adil dengan kesepakatan yang berwawasan ke depan; dan
  6. Tahkim atau penetapan hukum keagamaan oleh pihak yang berwenang.
Ketiga, kita dapat mengembangkan pola-pola pendidikan dan penguatan generasi muda secara kreatif yang bingkai dan tujuannya adalah penguatan akhlaq karimah. Sebagai contoh adalah pondok-pondok pesantren yang sejak ratusan tahun silam tekun mendidik rakyat sehingga kuat wawasan keagamaan dan kebangsaannya, dan sekarang programnya semakin berkembang bagi generasi muda kita.

Keempat, kita juga dapat belajar dari para sahabat nabi Muhammad SAW yang membuat prasetia atau pakta integritas untuk membangun keluhuran sebagaimana sejarah Bai’atu al-’Aqabah dan Bai’atu ar-Ridlwan. Ibnu ‘Ujaibah dalam Tafsir Al-Bahru al-Madid (Juz 2: 39) menjelaskan bahwa QS. At-Taubah [9]: 111-112 berkaitan dengan kedua bai’at atau pakta integritas itu.

Hadirin jama’ah Jumat rahimakumullah.

Karakter Unggul

Allah SWT berfirman:

فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ. التَّائِبُوْنَ الْعابِدُوْنَ الْحامِدُوْنَ السَّائِحُوْنَ الرَّاكِعُوْنَ السَّاجِدُوْنَ الْآمِرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّاهُوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحافِظُوْنَ لِحُدُوْدِ اللَّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ

“… Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (QS. At-Taubah [9]: 111-112).

Karakter yang melekat pada para sahabat nabi Muhammad SAW peserta Bai’atu al-’Aqabah danBai’atu ar-Ridlwan diterangkan di dalam ayat 112 itu. Di dalamnya Allah SWT menunjukkan 9 karakter utama yang wajib kita perhatikan, yaitu:

At-ta’ibun (التَّائِبُونَ): orang-orang yang bertaubat kepada Allah SWT. Taubat itu berhenti dari keburukan, menyesali kesalahan yang telah lewat, memohon ampunan kepada Allah, mengganti keburukan dengan kebaikan (termasuk menuntaskan tanggungan) dan tegar memperbaiki perilaku diri (Imam Ghazali, Ihya’ ‘Ulumaddin, Juz 3: 75). Orang-orang yang bertaubat tidak memutlakkan diri sendiri, melainkan selalu mawas diri, melakukan koreksi dan inovasi menuju kepada kebaikan.

Al-’Abidun (الْعَابِدُونَ): orang-orang yang tekun beribadah. Mereka sadar sebagai hamba ciptaan Allah SWT dan bahwa perbuatan manusia tidak terlepas dari aturan-aturan, tidak hanya untuk memuaskan naluri, melainkan juga untuk kebaikan rohani atau kebaikan spiritual (Tafsir Al-Bahru al-Muhith, Juz 2: 77).

Al-Hamidun (الْحَامِدُونَ): orang-orang yang memuji Allah SWT. Mereka adalah pribadi-pribadi yang bersyukur kepada-Nya, berterima kasih kepada sesama dan selalu berpikir positif dalam keadaan sedih dan gembira (Tafsir Al-Bahru al-Madid, Juz 2: 452).

As-Sa’ihun (السَّائِحُونَ): orang-orang yang mengembara menuntut ilmu atau berjuang di jalan Allah SWT. Ibnu Abbas RA juga mengartikannya sebagai orang-orang yang berpuasa, yaitu menahan diri dari dorongan syahwat (Tafsir Al-Bahru al-Muhith, Juz 6: 224). Karakter ini dalam peribahasa kita adalah “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.”

Ar-Raki’un as-sajidun (الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ): orang-orang yang rukuk dan sujud, maksudnya adalah orang-orang yang menegakkan shalat dan menjaga sikap rendah hati kepada Allah Maha Rukuk dan sujud dipergunakan untuk menunjuk kepada shalat karena keduanya memperlihatkan sikap rendah hati kepada Sang Khalik sebagaimana spirit utama shalat (Tafsir Ar-Razi, Juz 8: 160). Karakter rendah hati mendorong orang untuk terbuka, terus belajar dan mengutamakan pelayanan yang prima.

Al-Amiruna bi al-ma’ruf (الْآَمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ): orang-orang yang mengajak kepada kebaikan, yaitu sikap peduli dan proaktif untuk membangun situasi yang menggemakan kebaikan yang disemangati oleh nilai-nilai keimanan (Tafsir Ar-Razi, Juz 8: 160). Karakter ini memampukan orang untuk menggemakan kebaikan di manapun berada. Amar makruf dan nahi munkar – yang akan dijelaskan berikut – mendekatkan umat kepada rahmat ilahi (QS. At-Taubah [9]: 71) dan mencegah kebinasaan negeri (QS. Hud [11]: 117).

An-Nahuna ’anil-munkar (وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ): orang-orang yang mencegah keburukan atau bersikap korektif terhadap penyimpangan dalam rangka menjaga kemaslahatan. Nahi munkar perlu dilaksanakan secara makruf. Berbeda dari 6 karakter sebelumnya, karakter ketujuh ini disertai kata hubung وَ (yang berarti “dan”) untuk menunjukkan bobotnya yang lebih berat (Tafsir Ar-Razi, Juz 8: 160), sehingga dalam pelaksanaannya menuntut kinerja para aparatur penegak hukum (Al-Ahkam As-Sulthaniyah Li al-Mawardi: 486).

Al-hafidhuna li hududillah (وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ): orang-orang yang menjaga hukum-hukum Allah SWT. Karakter baik juga ditandai oleh kepatuhan kepada peraturan dan hukum baik yang bersumber dari Allah SWT maupun dari perikatan antar sesama manusia. Karakter ketujuh ini juga disertai kata hubung وَ (yang berarti “dan”) juga untuk menunjukkan akumulasi bobot yang lebih berat (Tafsir Ar-Razi, Juz 8: 161). Dalam pelaksanaannya tidak hanya menempatkan manusia sebagai individu, melainkan juga sebagai bagian dari umat, warga masyarakat, penduduk, rakyat dan warga negara sekaligus. Dengan keragaman peran itulah justru terpahami sosok utuh manusia (Tafsir Ar-Razi, Juz 8: 162).

Basysyiril-mu’minin (وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ) atau “berilah kabar gembira kepada orang-orang beriman.” Frasa ini memberikan isyarat jelas bahwa termasuk karakter yang baik adalah perilaku motivatif, yaitu yang menyemangati sesama orang beriman untuk melakukan kebaikan. Nabi Muhammad SAW bersabda:

بَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا وَيَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا. رواه مسلم عن أبي موسى رضي الله عنه

“Berilah kabar gembira, jangan menakut-nakuti, mudahkanlah dan jangan mempersulit.” (HR. Imam Muslim dari Abi Musa RA).

Hadirin jama’ah Jumat rahima kumullah.

Kesembilan butir karakter itu sangat penting untuk kita perhatikan sebagai karakter pokok. Dari sembilan karakter pokok itu dapat kita kembangkan lagi sesuai dengan tuntunan rasulullah SAW. Para ulama juga mengajarkan kepada kita keutamaan-keutamaan yang akhirnya menuntun kita menangkap pelbagai kearifan. Kearifan-kearifan itu tentu saja memperkaya karakter kita.

Akhirnya, kita perlu juga memperhatikan hadits nabi Muhammad SAW di awal Khutbah Jumat yang Mengesankan ini.

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. رواه أبو داود عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه

“Paling sempurna iman orang-orang mukmin adalah yang terbaik akhlaknya.” (HR. Imam Abu Dawud dari Abi Hurairah RA).

Terkait dengan generasi muda, kita diingatkan oleh Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i melalui syair beliau.

وَذَاتُ الْفَتَى وَاللهِ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى # إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لاَ اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ

    “Jati diri pemuda itu, demi Allah, terbentuk karena ilmu dan ketakwaan. Jika keduanya tidak ada, maka keberadaannya sama sekali tidak diperhitungkan.”

Semoga kita semua dimudahkan untuk membangun karakter kita, juga karakter generasi penerus kita. Amin.

Marilah kita berdoa kepada Allah SWT memohon kebaikan dan kesentosaan kita sekeluarga dan semua orang yang menjadi tanggungan kita, bangsa kita dan semua umat nabi Muhammad SAW. Semoga semua pemimpin kita selalu dianugerahi kekuatan dan bimbingan dalam membangun kemaslahatan negara kita. Semoga kita semua menjadi manusia-manusia yang berkarakter unggul, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan misi rasulullah SAW, yaitu menyempurnakan akhlak manusia. Semoga Allah SWT selalu mengampuni, merahmati, menyentosakan dan menyejahterakan kita semua, mukminin, mukminat, dan muslimin, muslimat bangsa Indonesia semuanya. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَيْهِ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Subscribe to receive free email updates: